Makna Sebuah Cinta
Ibnul Qayyim mengatakan:
“Cinta tidak bisa didefinisikan dengan jelas, bahkan bila didefinisikan tidak menghasilkan (sesuatu) melainkan menambah kabur dan tidak jelas, (berarti) definisinya adalah adanya cinta itu sendiri.”
(Madarijus Salikin, 3/9)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Ketahuilah bahwa yang menggerakkan hati menuju Allah ada tiga perkara: cinta, takut, dan harapan. Dan yang paling kuat adalah cinta, dan cinta itu sendiri merupakan tujuan karena akan didapatkan di dunia dan di akhirat.”
(Majmu’ Fatawa, 1/95)
Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di menyatakan: “Dasar tauhid dan ruhnya adalah keikhlasan dalam mewujudkan cinta kepada Allah. Cinta merupakan landasan penyembahan dan peribadatan kepada-Nya, bahkan cinta itu merupakan hakikat ibadah. Tidak akan sempurna tauhid kecuali bila kecintaan seorang hamba kepada Rabbnya juga sempurna.”
(Al-Qaulus Sadid, hal. 110)
Ibnul Qayyim mengatakan bahwa di antara sebab-sebab adanya cinta (kepada Allah) ada sepuluh perkara:
•Pertama, membaca Al Qur’an, menggali, dan memahami makna-maknanya serta apa yang dimaukannya.
•Kedua, mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan sunnah setelah amalan wajib.
•Ketiga, terus-menerus berdzikir dalam setiap keadaan.
•Keempat, mengutamakan kecintaan Allah di atas kecintaanmu ketika bergejolaknya nafsu.
•Kelima, hati yang selalu menggali nama-nama dan sifat-sifat Allah, menyaksikan dan mengetahuinya.
•Keenam, menyaksikan kebaikan-kebaikan Allah dan segala nikmat-Nya.
•Ketujuh, tunduknya hati di hadapan Allah .
•Kedelapan, berkhalwat (menyendiri dalam bermunajat) bersama-Nya ketika Allah turun (ke langit dunia).
•Kesembilan, duduk bersama orang-orang yang memiliki sifat cinta dan jujur.
•Kesepuluh, menjauhkan segala sebab-sebab yang akan menghalangi hati dari Allah .
“Cinta tidak bisa didefinisikan dengan jelas, bahkan bila didefinisikan tidak menghasilkan (sesuatu) melainkan menambah kabur dan tidak jelas, (berarti) definisinya adalah adanya cinta itu sendiri.”
(Madarijus Salikin, 3/9)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah mengatakan: “Ketahuilah bahwa yang menggerakkan hati menuju Allah ada tiga perkara: cinta, takut, dan harapan. Dan yang paling kuat adalah cinta, dan cinta itu sendiri merupakan tujuan karena akan didapatkan di dunia dan di akhirat.”
(Majmu’ Fatawa, 1/95)
Asy-Syaikh ‘Abdurrahman As-Sa’di menyatakan: “Dasar tauhid dan ruhnya adalah keikhlasan dalam mewujudkan cinta kepada Allah. Cinta merupakan landasan penyembahan dan peribadatan kepada-Nya, bahkan cinta itu merupakan hakikat ibadah. Tidak akan sempurna tauhid kecuali bila kecintaan seorang hamba kepada Rabbnya juga sempurna.”
(Al-Qaulus Sadid, hal. 110)
Ibnul Qayyim mengatakan bahwa di antara sebab-sebab adanya cinta (kepada Allah) ada sepuluh perkara:
•Pertama, membaca Al Qur’an, menggali, dan memahami makna-maknanya serta apa yang dimaukannya.
•Kedua, mendekatkan diri kepada Allah dengan amalan-amalan sunnah setelah amalan wajib.
•Ketiga, terus-menerus berdzikir dalam setiap keadaan.
•Keempat, mengutamakan kecintaan Allah di atas kecintaanmu ketika bergejolaknya nafsu.
•Kelima, hati yang selalu menggali nama-nama dan sifat-sifat Allah, menyaksikan dan mengetahuinya.
•Keenam, menyaksikan kebaikan-kebaikan Allah dan segala nikmat-Nya.
•Ketujuh, tunduknya hati di hadapan Allah .
•Kedelapan, berkhalwat (menyendiri dalam bermunajat) bersama-Nya ketika Allah turun (ke langit dunia).
•Kesembilan, duduk bersama orang-orang yang memiliki sifat cinta dan jujur.
•Kesepuluh, menjauhkan segala sebab-sebab yang akan menghalangi hati dari Allah .